Umbut Muda - Riau

Kamis, 20 Maret 2014
Dahulu kala Sungai siak disebut Sungai Jantan. Sementara Siak Sri Indrapura masih bernama Mempura. Di sana hiduplah seorang janda setengah baya dengan seorang anak gadisnya yang bernama Si Umbut Muda. Gadis ini begitu cantik parasnya, wajahnya bulat telur begitu menawan. Alis matanya meruncing seperti taji ayam dan hidung mancung bangir mancung, Pipi kemerah-merahan, dagunya moleh bagaikan sarang lebah bergantung. Bibirnya mungil tanpa gincu sudah merah bagaikan delima. Rambut ikalnya panjang terurai, begitu panjangnya hingga jatuh ke paras tumit.

Kecantikan Si Umbut Muda memang tidak ada bandingannya di zaman itu. Sungguh tak dapat dicari duanya lagi sekitar Mempura hingga ke Kuala Buantan maupun sampai ke hulu dusun Senapelan. Karena selalu dipuja-puji, Si Umbut Muda jadi tinggi hati, congkak, dan angkuh. Pakaiannya pun mestilah kain sutra termahal, kain songket tenunan Trengganu tersohor dilengkapi selendang kain mastuli tenunan daik. Emas dan perak tempaan, ditempah datangnya dari Negeri Cina, itu masih belum cukup, gelang sepang ditangannya, sehingga bersusun lima rengkat setimbang beratnya delapan tali atau setengah kati.



Untunglah harta peninggalan almarhum ayahnya memang cukup untuk memenuhi keperluan Si Umbut Muda. Kalau tidak apalah yang diharapkan, ibunya Cuma seorang perajin tenun mengambil upah menenun kain songket kesana kemari sekedar cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari saja.

“ Mak jangan hendak senang-senang saja, ikut menghabiskan harta peninggalan ayahku,” tegur Si Umbut Muda bila suatu ketika melihat ibunya istirahat tidak menenun. Padahal saat itu ibunya memang sedang kelelahan.

Tidak puas berceloteh panjang, Si Umbut muda masih juga bermuka masam, wajahnya cemberut. Walaupun Si Umbut Muda tinggal bersama Ibunya di rumah mewah ( ukuran di zaman itu ), tetapi dia sering dihardik dan kadang-kadang terpaksa tidur di serambi rumah bertemankan rengit-agas yang gatalnya bukan main.

“ Hem, rasailah oleh mak ! “ Kata Si Umbut Muda, tatkala ibunya terpaksa harus tidur di serambi rumah seperti itu.

“ Mak!! Umbut suruh ambul sisir jatuh saja tak segera diambilkan, tak sempatlah, benang tenun kusutlah, macam-macam alasan,” kata gadis jelita itu menghardik ibunya yang sedang terbaring beralaskan tikar pandan using. Agar ibunya menurut perintahnya, ia berkata lagi, “ Itu namanya hukuman bagi orang tua pemalas!”.

Ibu yang bernasib malang ini harus tunduk dibawah perintah Si Umbut Muda anak satu-satunya yang cukup dikasihi. Dimanjakan sejak dari dalam buaian hingga gadis remaja.

“ Maafkan mak, umbut,” Ibunya mengiba-iba. “ Mak khilaf, maafkanlah,”.

Bila sudah melihat orang tua itu mengalah, meminta maaf, dan dia merasa disanjung-sanjung, ketika itulah si Umbut Muda mengizinkan kembali seupaya ibunya tidur dirumah menempati bilik sebagaimana mestinya.

Sanak keluarga apalagi segala family agak jauh, tak seorrang pun berani menasehati Si Umbut muda, yang cantik jelita itu. Ia cukup terkenal pula sebagai gadis pemilik pusaka peninggalan ayahnya yang kaya raya itu. Lantaran itu pulalah dia merasa berada diatas kelas paling atas dalam kerabatnya, dan merasa sama derajatnya dengan putrid raja-raja yang berkuasa pada zaman itu.

Pada suatu hari menikahlah putri salah seorang bangsawan ternama Mempura. Undangannya terdiri dari orang –orang ternama, jemputan terhormat termasuk si Umbut Muda. Ia tinggal di seberang Sungai Jantan berhadapan dengan kampung tempat perhelatan tersebut.

“ Mak, berpakaianlah mak, “ perintah Si Umbut Muda kepada Ibunya, sebelum pergi ke pesta perkawinan itu. “ Mak harus berkebaya singkat. Selendang kain pelangi, dan bertapih batik kedah. Usah berdukuh-berpending, mak adalah tukang payung Umbut hendak ke pesta pernikahan orang,” Katanya.

“ Iyalah Umbut,” sahut Ibu si Umbut Muda dengan patuhnya.

Si Umbut Muda pun mengenakan pakaian serba mahal, baju kurung berkain songket tenun Trengganu. Kain tudung sutra mastuli berkelingkam, tenun Daik, Pinggang dililit pending emas bertampuk kulit ketam rinjung terbuat dari emas dua puluh empat karat. Dukuh terkalung di leher hingga ke paras dada, lima rengkat permata berlian di batas leher, bergelang kaki emas giring-giring. Gentanya berderung-dering bunyinya setiap kali melangkah.

Cincin di jari tangan kiri dan kanan dipakai sepenuh kedepan jarinya. Semuanya emas permata berlian. Kerabu anting-anting permata intan gemerlapan di telinganya. Rambut labuh disanggul lipat ganda ternama, bercucuk siput suasa permata delima. Sementara itu, pada kedua belah tangan terdapat gelang emas lima rangkat sebelah, berjumlah sepuluh gelang-gelangnya. Inilah dijadikan bidal, Si Umbut Muda gelang banyak termasyhur. Sudah cukup terkenal di lingkungan Mempura, hingga ke ulu sungai desa Senapelan.

Wajah si Umbut Muda bertambah cantik, anggun berjalan. Ia berpayung biru muda, diberi berumbai-rumbai manic kaca buatan cina.

Lenggak-lenggok si Umbut Muda tampak sangat kentara, saat jembatan lintas sungan jantan dititinya. “ Kriut… kriut..” lantai jembatn nibung dibelah, berderit-derit. Ibunya bertugas tukang paying, berjalan disebelah kiri.

Entah apa ygn menjadi penyebabnya, mungkin sudah kehendak Allah, tiba-tiba terlepaslah dua susunan gelang ditangan kanan Si Umbut Muda berdenting. Gelang-gelang itu terpelanting, lalau jatuh ke dalam sungai.

“ Mak… gelang Umbut jath dua rengket, empat jumlahnya,” kata Si Umbut Muda pun terpekik. Ia menyuruh ibunya terjun ke air sungai. “ Mak, salami gelangku mak…,” katanya sambil mendorong ibunya ke dalam sungai.

“ Menyelamlah, mak… selam! “ perintahnya.

“ Arus sungai deras nak… Mak tak berani menyelam !”

Si Umbut muda begitu marah kepada ibunya. Ia pun mengambil sebatang kayu bercabang lalu ditekankan ke tengkuk ibunya dengan kasar sekali. “ Ambilkan gelangku… Menyelamlah! “ bentaknya keras-keras.

“ Burrr….,” gelembung-gelembung air mengangkat dari nafas ibunya. “ Burrr….,” arus sungai pun menggelegak. Dan pada saat itu pula turun angin putting beliung bergulung-gulung. “ Siuuuung….”

Si Umbut Muda pun tergulung angin putting beliung itu. Ia terpelanting ke dalam sungai lalu terbenam. “ Maaaaak…. Tolonglah aku…..!”

Tapi ibunya tak bisa berbuat apa-apa. Suara gadis itu semakin sayup, akhirnya gadis durhaka itu mati lemas terikat tarikan lumpur. Sementara itu ibunya terangkat ke tebing sungai dengan selamat.

Beliau kehilangan putrinya yang disayangi sekaligus menyakitkan hati.

Pada bulan-bulan tertentu, hingga sekarang selalu kelihatan akar-akaran dalam sungai Siak dipermainkan arus. Akar-akar itu bergerak-gerak seakan-akan rambut terurai panjang menggelitik-gelitik. Suatu pemandangan dipercayai penduduk sebagai rambut Si Umbut Muda muncul disitu, untuk dijadikan peringatan tentang anak durhaka. Adakalanya juga angin putting beliung bergulung-gulung disitu. Ini adalah pertanda bagi masyarakat setempat bahwa ada pelanggaran adat serta syariat agama di lingkungan Siak Sri Indrapura. Karena disana jarang ada orang berbuat macam-macam kepada ibunya, apalagi memperlakukan ibunya seperti budak atau pelayan seperti kelakuan Si Umbut muda.


0 komentar:

Posting Komentar