Dahulu
kala Sungai siak disebut Sungai Jantan. Sementara Siak Sri Indrapura masih
bernama Mempura. Di sana hiduplah seorang janda setengah baya dengan seorang
anak gadisnya yang bernama Si Umbut Muda. Gadis ini begitu cantik parasnya,
wajahnya bulat telur begitu menawan. Alis matanya meruncing seperti taji ayam
dan hidung mancung bangir mancung, Pipi kemerah-merahan, dagunya moleh bagaikan
sarang lebah bergantung. Bibirnya mungil tanpa gincu sudah merah bagaikan
delima. Rambut ikalnya panjang terurai, begitu panjangnya hingga jatuh ke paras
tumit.
Kecantikan
Si Umbut Muda memang tidak ada bandingannya di zaman itu. Sungguh tak dapat
dicari duanya lagi sekitar Mempura hingga ke Kuala Buantan maupun sampai ke
hulu dusun Senapelan. Karena selalu dipuja-puji, Si Umbut Muda jadi tinggi
hati, congkak, dan angkuh. Pakaiannya pun mestilah kain sutra termahal, kain
songket tenunan Trengganu tersohor dilengkapi selendang kain mastuli tenunan
daik. Emas dan perak tempaan, ditempah datangnya dari Negeri Cina, itu masih
belum cukup, gelang sepang ditangannya, sehingga bersusun lima rengkat
setimbang beratnya delapan tali atau setengah kati.
Untunglah
harta peninggalan almarhum ayahnya memang cukup untuk memenuhi keperluan Si
Umbut Muda. Kalau tidak apalah yang diharapkan, ibunya Cuma seorang perajin
tenun mengambil upah menenun kain songket kesana kemari sekedar cukup memenuhi
kebutuhan sehari-hari saja.
“
Mak jangan hendak senang-senang saja, ikut menghabiskan harta peninggalan
ayahku,” tegur Si Umbut Muda bila suatu ketika melihat ibunya istirahat tidak
menenun. Padahal saat itu ibunya memang sedang kelelahan.
Tidak
puas berceloteh panjang, Si Umbut muda masih juga bermuka masam, wajahnya
cemberut. Walaupun Si Umbut Muda tinggal bersama Ibunya di rumah mewah ( ukuran
di zaman itu ), tetapi dia sering dihardik dan kadang-kadang terpaksa tidur di
serambi rumah bertemankan rengit-agas yang gatalnya bukan main.
“
Hem, rasailah oleh mak ! “ Kata Si Umbut Muda, tatkala ibunya terpaksa harus
tidur di serambi rumah seperti itu.
“
Mak!! Umbut suruh ambul sisir jatuh saja tak segera diambilkan, tak sempatlah,
benang tenun kusutlah, macam-macam alasan,” kata gadis jelita itu menghardik
ibunya yang sedang terbaring beralaskan tikar pandan using. Agar ibunya menurut
perintahnya, ia berkata lagi, “ Itu namanya hukuman bagi orang tua pemalas!”.
Ibu
yang bernasib malang ini harus tunduk dibawah perintah Si Umbut Muda anak
satu-satunya yang cukup dikasihi. Dimanjakan sejak dari dalam buaian hingga
gadis remaja.
“
Maafkan mak, umbut,” Ibunya mengiba-iba. “ Mak khilaf, maafkanlah,”.
Bila
sudah melihat orang tua itu mengalah, meminta maaf, dan dia merasa
disanjung-sanjung, ketika itulah si Umbut Muda mengizinkan kembali seupaya
ibunya tidur dirumah menempati bilik sebagaimana mestinya.
Sanak
keluarga apalagi segala family agak jauh, tak seorrang pun berani menasehati Si
Umbut muda, yang cantik jelita itu. Ia cukup terkenal pula sebagai gadis
pemilik pusaka peninggalan ayahnya yang kaya raya itu. Lantaran itu pulalah dia
merasa berada diatas kelas paling atas dalam kerabatnya, dan merasa sama
derajatnya dengan putrid raja-raja yang berkuasa pada zaman itu.
Pada
suatu hari menikahlah putri salah seorang bangsawan ternama Mempura.
Undangannya terdiri dari orang –orang ternama, jemputan terhormat termasuk si
Umbut Muda. Ia tinggal di seberang Sungai Jantan berhadapan dengan kampung
tempat perhelatan tersebut.
“
Mak, berpakaianlah mak, “ perintah Si Umbut Muda kepada Ibunya, sebelum pergi
ke pesta perkawinan itu. “ Mak harus berkebaya singkat. Selendang kain pelangi,
dan bertapih batik kedah. Usah berdukuh-berpending, mak adalah tukang payung
Umbut hendak ke pesta pernikahan orang,” Katanya.
“
Iyalah Umbut,” sahut Ibu si Umbut Muda dengan patuhnya.
Si
Umbut Muda pun mengenakan pakaian serba mahal, baju kurung berkain songket
tenun Trengganu. Kain tudung sutra mastuli berkelingkam, tenun Daik, Pinggang
dililit pending emas bertampuk kulit ketam rinjung terbuat dari emas dua puluh
empat karat. Dukuh terkalung di leher hingga ke paras dada, lima rengkat
permata berlian di batas leher, bergelang kaki emas giring-giring. Gentanya
berderung-dering bunyinya setiap kali melangkah.
Cincin
di jari tangan kiri dan kanan dipakai sepenuh kedepan jarinya. Semuanya emas
permata berlian. Kerabu anting-anting permata intan gemerlapan di telinganya.
Rambut labuh disanggul lipat ganda ternama, bercucuk siput suasa permata
delima. Sementara itu, pada kedua belah tangan terdapat gelang emas lima
rangkat sebelah, berjumlah sepuluh gelang-gelangnya. Inilah dijadikan bidal, Si
Umbut Muda gelang banyak termasyhur. Sudah cukup terkenal di lingkungan
Mempura, hingga ke ulu sungai desa Senapelan.
Wajah
si Umbut Muda bertambah cantik, anggun berjalan. Ia berpayung biru muda, diberi
berumbai-rumbai manic kaca buatan cina.
Lenggak-lenggok
si Umbut Muda tampak sangat kentara, saat jembatan lintas sungan jantan
dititinya. “ Kriut… kriut..” lantai jembatn nibung dibelah, berderit-derit.
Ibunya bertugas tukang paying, berjalan disebelah kiri.
Entah
apa ygn menjadi penyebabnya, mungkin sudah kehendak Allah, tiba-tiba
terlepaslah dua susunan gelang ditangan kanan Si Umbut Muda berdenting.
Gelang-gelang itu terpelanting, lalau jatuh ke dalam sungai.
“
Mak… gelang Umbut jath dua rengket, empat jumlahnya,” kata Si Umbut Muda pun terpekik.
Ia menyuruh ibunya terjun ke air sungai. “ Mak, salami gelangku mak…,” katanya
sambil mendorong ibunya ke dalam sungai.
“
Menyelamlah, mak… selam! “ perintahnya.
“
Arus sungai deras nak… Mak tak berani menyelam !”
Si
Umbut muda begitu marah kepada ibunya. Ia pun mengambil sebatang kayu bercabang
lalu ditekankan ke tengkuk ibunya dengan kasar sekali. “ Ambilkan gelangku…
Menyelamlah! “ bentaknya keras-keras.
“
Burrr….,” gelembung-gelembung air mengangkat dari nafas ibunya. “ Burrr….,”
arus sungai pun menggelegak. Dan pada saat itu pula turun angin putting beliung
bergulung-gulung. “ Siuuuung….”
Si
Umbut Muda pun tergulung angin putting beliung itu. Ia terpelanting ke dalam
sungai lalu terbenam. “ Maaaaak…. Tolonglah aku…..!”
Tapi
ibunya tak bisa berbuat apa-apa. Suara gadis itu semakin sayup, akhirnya gadis
durhaka itu mati lemas terikat tarikan lumpur. Sementara itu ibunya terangkat
ke tebing sungai dengan selamat.
Beliau
kehilangan putrinya yang disayangi sekaligus menyakitkan hati.
Pada
bulan-bulan tertentu, hingga sekarang selalu kelihatan akar-akaran dalam sungai
Siak dipermainkan arus. Akar-akar itu bergerak-gerak seakan-akan rambut terurai
panjang menggelitik-gelitik. Suatu pemandangan dipercayai penduduk sebagai
rambut Si Umbut Muda muncul disitu, untuk dijadikan peringatan tentang anak
durhaka. Adakalanya juga angin putting beliung bergulung-gulung disitu. Ini
adalah pertanda bagi masyarakat setempat bahwa ada pelanggaran adat serta
syariat agama di lingkungan Siak Sri Indrapura. Karena disana jarang ada orang
berbuat macam-macam kepada ibunya, apalagi memperlakukan ibunya seperti budak
atau pelayan seperti kelakuan Si Umbut muda.
0 komentar:
Posting Komentar