Maniki - Kalimantan Timur

Kamis, 20 Maret 2014
Dahulu di tanah Berau seorang raja bernama Aji Diangkat dan permaisuri bernama Aji Tangga Benua. Raja Aji Diangkat memerintah kerajaan dengan adil dan bijaksana. Beliau dicintai dan ditaati seluruh rakyat karena budi pekertinya yang baik dan terpuji.
Raja memiliki tujuh putrid cantik, tetapi beliau belum mempunyai putra yang akan menggantikannya kelak. Dari ketujuh putrid itu yang tercantik adalah Putri Bungsu. Selain cantik, budi pekertinya juga baik. Keenam kakaknya mempunyai sifat yang berbeda. Mereka mempunyai kebiasaan buruk, tinggi hati, dan congkak. Perkataan mereka kasar sehingga menyakitkan orang yang mendengarnya.

Tidak mengherankan jika putrid bungsu menjadi kesayangan ayan dan bundanya, bahkan menjadi pujian seluruh rakyat di kerajaan itu.
Sebagai putrid seorang raja jelas putrid bungsu mempunyai dayang serta inang pengasuh, walau demikian ia tetap senang bekerja, terutama memasak di dapur.
Pada suatu hari, kepala pisau kesayangan putrid bungsu pecah. Ia sangat sedih dan memohon kepada ayahandanya agar dibuatkan kepala pisau yang baru.
Raja langsung memerintahkan kepada semua ahli pahat dan ahli ukir untuk membuatkan kepala pisau, tetapi belum ada satu pun yang berkenan di hati putrid bungsu.
Di ujung kampong kerajaan Raja Aji Diangkat tinggallah seorang pemuda miskin bernama Si Maniki. Pekerjaanya adalah menjual kayu bakar, mengambil upah menumbuk padi, atau menyiangi kebun. Si Maniki hidup sebatang kara. Ia dikenal penduduk sebagai pemuda yang jujur dan rendah hati.
Pada suatu hari, si Maniki berjalan melewati istana. Ketika raja melihatnya, beliau memerintahkan para pengawal agar menyuruh Si Maniki singgah. Setelah Maniki berhadapan dengan raja, bertanyalah raja, “ Hai anak muda, siapakah namamu dan hendak kemanakah engkau?”.
“ Hamba bernama Maniki. Hamba hendak pergi ke ujung kampong untuk mengambil upah menumbuk padi’” Sahut Maniki dengan penuh hormat.
Kemudian, raja memerintahkan Maniki agar membuat kepala pisau untuk Putri Bungsu. Si Maniki menyanggupi perintah raja. Ia membuat kepala pisau dengan sungguh-sungguh. Setalh selesai, kepala pisau itu diperlihatkan kepada Putri Bungsu. Ketika Putri Bungsu melihat benda itu, alangkah gembira hatinya. Ia mau menerima kepala pisau itu. Sungguh mengherankan, mengapa justru pisau sederhana seperti itu berkenan di hati Putri Bungsu.
Si Maniki pun mendapat hadiah besar dari raja. Ia menerima hadiah itu dengan suka cita.
Kepada pisau itu sangat disayang putrid Bungsu. Ia selalau membawa benda itu kemana saja ia pergi. Sampa-sampai pada waktu tidur sekalipun, benda itu dibawanya. Demikianlah waktu berjalan terus. Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Setelah beberapa bulan terjadi suatu keajaiban pada Putri Bungsu.
Putri Bungsu hamil tanpa nikah. Raja tentu sangat malu. Beliau tidak percaya bahwa putri kesayangannya telah melakukan perbuatan zina. Raja dan permaisuri bertanya pada putrid Bungsu, siapakah yang telah berani menghamili putrinya. Putri Bungsu tidak dapat memberikan jawaban dan keterangan lain karena ia memang tidak pernah melakukan hubungan dengan laki-laki. Ia didesak terus, tetapi ia hanya bisa menangis.
Keenam saudaranya yang dari dulu telah membencinya mengatakan bahwa Putri Bungsu telah membuat cemar nama raja. Mereka juga menyesali orang tua mereka yang selama ini sangat memenjakan Putri Bungsu.
Putri Bungsu hanya bisa berdoa dan memohon agar mendapat pertolongan Tuhan. Hari –hari yang dinantikan itu pun tibalah. Genap Sembilan bulan putrid Bungsu melahirkan seorang putra yang sehat dan tampan. Bayi itu dipeliharanya dengan penuh kasih sayang.
Raja Aji diangkat menerima kenyataan itu dengan tabah dan segera mencari  penyelesaiannya. Atas nasihat dukun kepercayaan beliau, semua laki-laki yang ada di negeri itu dikumpulkan. Setelah mereka berkumpul, masing-masing diberi sebiji pisang masak. Menurut dukun, jika di antara mereka yang memegang pisang itu terdapat ayah bayi, bayi itu akan merangkak mendatanginya. Ternyata tidak seorang pun diantara para hadirin didatangi bayi itu. Betul-betul aneh, padahal cara itu biasanya cukup ampuh. Tak mungkin ilmu para dukun kerajaan keliru.

               Raja memerintahkan para pengawal untuk menyelidiki lagi jika masih ada laki-laki yang belum diundang ke istana. Setelah diteliti, ternyata semua laki-laki telah dipanggil. Kecuali seorang pemuda miskin di ujung kampong, yaitu si Maniki. Raja memerintahkan para pengawal untuk membawa si maniki menghadap.
“ Mengapa saya dipanggil Raja?” Tanya Maniki
“ Kau akan tahu sendiri nantinya,” jawab pengawal.
“ saya hanya seorang pemuda miskin, saya kira raja tak punya kepentingan dengan saya.”
“Anak muda, ini perintah Raja, kau tak usah membantahnya.”
Maniki pun menghadap. Ia diberi sebiji pisang masak. Begitu dipegang, si bayi merangkak mendatangai Maniki dan naik ke atas pangkuannya. Para hadirin tercengang dan tidak mengerti mengapa hal itu bias terjadi. Mereka sama sekali tidak percaya bahwa pemuda miskin itulah ayah dari bayi Putri Bungsu. Tidak ada pilihan lain bagi raja, kecuali menyerahkan Putri Bungsu dan bayinya kepada Maniki. Putri bungsu dan Maniki menerima titah raja. Mereka pun meninggalkan istana.
Maniki tetap giat bekerja dengan jujur dan selalu menyerahkan diri kepada Tuhan YME. Dari persahabatannya dengan angin puyuh, kera, dan burung bangau, ia mendapat emas dan perak yang kemudian ia persembahkan kepada Raja. Ia membangun istana dari emas.

Karena Raja Aji Diangkat sudah tua, akhirnya Si Maniki diangkat menjadi raja menggantikan Raja Aji Diangkat. Si Maniki memerintah dengan adil dan bijaksana sehingga rakyatnya pun menjadi damai dan sejahtera.

0 komentar:

Posting Komentar