Dahulu di tanah Berau seorang raja bernama Aji
Diangkat dan permaisuri bernama Aji Tangga Benua. Raja Aji Diangkat memerintah
kerajaan dengan adil dan bijaksana. Beliau dicintai dan ditaati seluruh rakyat
karena budi pekertinya yang baik dan terpuji.
Raja memiliki tujuh putrid cantik, tetapi beliau
belum mempunyai putra yang akan menggantikannya kelak. Dari ketujuh putrid itu
yang tercantik adalah Putri Bungsu. Selain cantik, budi pekertinya juga baik.
Keenam kakaknya mempunyai sifat yang berbeda. Mereka mempunyai kebiasaan buruk,
tinggi hati, dan congkak. Perkataan mereka kasar sehingga menyakitkan orang
yang mendengarnya.
Tidak mengherankan jika putrid bungsu menjadi
kesayangan ayan dan bundanya, bahkan menjadi pujian seluruh rakyat di kerajaan
itu.
Sebagai putrid seorang raja jelas putrid bungsu
mempunyai dayang serta inang pengasuh, walau demikian ia tetap senang bekerja,
terutama memasak di dapur.
Pada suatu hari, kepala pisau kesayangan putrid
bungsu pecah. Ia sangat sedih dan memohon kepada ayahandanya agar dibuatkan
kepala pisau yang baru.
Raja langsung memerintahkan kepada semua ahli pahat
dan ahli ukir untuk membuatkan kepala pisau, tetapi belum ada satu pun yang
berkenan di hati putrid bungsu.
Di ujung kampong kerajaan Raja Aji Diangkat
tinggallah seorang pemuda miskin bernama Si Maniki. Pekerjaanya adalah menjual
kayu bakar, mengambil upah menumbuk padi, atau menyiangi kebun. Si Maniki hidup
sebatang kara. Ia dikenal penduduk sebagai pemuda yang jujur dan rendah hati.
Pada suatu hari, si Maniki berjalan melewati
istana. Ketika raja melihatnya, beliau memerintahkan para pengawal agar
menyuruh Si Maniki singgah. Setelah Maniki berhadapan dengan raja, bertanyalah
raja, “ Hai anak muda, siapakah namamu dan hendak kemanakah engkau?”.
“ Hamba bernama Maniki. Hamba hendak pergi ke ujung
kampong untuk mengambil upah menumbuk padi’” Sahut Maniki dengan penuh hormat.
Kemudian, raja memerintahkan Maniki agar membuat
kepala pisau untuk Putri Bungsu. Si Maniki menyanggupi perintah raja. Ia
membuat kepala pisau dengan sungguh-sungguh. Setalh selesai, kepala pisau itu
diperlihatkan kepada Putri Bungsu. Ketika Putri Bungsu melihat benda itu,
alangkah gembira hatinya. Ia mau menerima kepala pisau itu. Sungguh
mengherankan, mengapa justru pisau sederhana seperti itu berkenan di hati Putri
Bungsu.
Si Maniki pun mendapat hadiah besar dari raja. Ia
menerima hadiah itu dengan suka cita.
Kepada pisau itu sangat disayang putrid Bungsu. Ia
selalau membawa benda itu kemana saja ia pergi. Sampa-sampai pada waktu tidur
sekalipun, benda itu dibawanya. Demikianlah waktu berjalan terus. Hari berganti
hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Setelah beberapa bulan
terjadi suatu keajaiban pada Putri Bungsu.
Putri Bungsu hamil tanpa nikah. Raja tentu sangat
malu. Beliau tidak percaya bahwa putri kesayangannya telah melakukan perbuatan
zina. Raja dan permaisuri bertanya pada putrid Bungsu, siapakah yang telah
berani menghamili putrinya. Putri Bungsu tidak dapat memberikan jawaban dan
keterangan lain karena ia memang tidak pernah melakukan hubungan dengan
laki-laki. Ia didesak terus, tetapi ia hanya bisa menangis.
Keenam saudaranya yang dari dulu telah membencinya
mengatakan bahwa Putri Bungsu telah membuat cemar nama raja. Mereka juga
menyesali orang tua mereka yang selama ini sangat memenjakan Putri Bungsu.
Putri Bungsu hanya bisa berdoa dan memohon agar
mendapat pertolongan Tuhan. Hari –hari yang dinantikan itu pun tibalah. Genap
Sembilan bulan putrid Bungsu melahirkan seorang putra yang sehat dan tampan.
Bayi itu dipeliharanya dengan penuh kasih sayang.
Raja Aji diangkat menerima kenyataan itu dengan
tabah dan segera mencari penyelesaiannya. Atas nasihat dukun
kepercayaan beliau, semua laki-laki yang ada di negeri itu dikumpulkan. Setelah
mereka berkumpul, masing-masing diberi sebiji pisang masak. Menurut dukun, jika
di antara mereka yang memegang pisang itu terdapat ayah bayi, bayi itu akan
merangkak mendatanginya. Ternyata tidak seorang pun diantara para hadirin
didatangi bayi itu. Betul-betul aneh, padahal cara itu biasanya cukup ampuh.
Tak mungkin ilmu para dukun kerajaan keliru.
Raja memerintahkan para pengawal untuk menyelidiki lagi jika masih ada laki-laki yang belum diundang ke istana. Setelah diteliti, ternyata semua laki-laki telah dipanggil. Kecuali seorang pemuda miskin di ujung kampong, yaitu si Maniki. Raja memerintahkan para pengawal untuk membawa si maniki menghadap.
“ Mengapa saya dipanggil Raja?” Tanya Maniki
“ Kau akan tahu sendiri nantinya,” jawab pengawal.
“ saya hanya seorang pemuda miskin, saya kira raja
tak punya kepentingan dengan saya.”
“Anak muda, ini perintah Raja, kau tak usah
membantahnya.”
Maniki pun menghadap. Ia diberi sebiji pisang
masak. Begitu dipegang, si bayi merangkak mendatangai Maniki dan naik ke atas
pangkuannya. Para hadirin tercengang dan tidak mengerti mengapa hal itu bias
terjadi. Mereka sama sekali tidak percaya bahwa pemuda miskin itulah ayah dari
bayi Putri Bungsu. Tidak ada pilihan lain bagi raja, kecuali menyerahkan Putri
Bungsu dan bayinya kepada Maniki. Putri bungsu dan Maniki menerima titah raja.
Mereka pun meninggalkan istana.
Maniki tetap giat bekerja dengan jujur dan selalu
menyerahkan diri kepada Tuhan YME. Dari persahabatannya dengan angin puyuh,
kera, dan burung bangau, ia mendapat emas dan perak yang kemudian ia
persembahkan kepada Raja. Ia membangun istana dari emas.
Karena Raja Aji Diangkat sudah tua, akhirnya Si
Maniki diangkat menjadi raja menggantikan Raja Aji Diangkat. Si Maniki memerintah
dengan adil dan bijaksana sehingga rakyatnya pun menjadi damai dan sejahtera.
0 komentar:
Posting Komentar