Dahulu kala ada seorang bernama
Sangi. Dia adalah seorang pemburu yang tangguh. Sangi pandai menyumpit buruan.
Sumpitannya selalu mengenai sasaran. Setiap kali berburu ia selalu berhasil
membawa pulang daging babi hutan dan daging rusa.
Sangi
bertemapt tinggal di sekitar daerah aliran Sungai Mahoroi, anak Sungai Kahayan.
Pada suatu hari, Sangi berburu dari pagi hingga petang ia tidak berhasil
menemukan seekor binatang pun. Keadaan ini membuatnya kesal. Karena hari telah
mulai sore, ia pun pulanglah dengan tangan kosong, dalam perjalanan pulang, ia
melihat air tepi sungai sangat keruh. Ini pertanda bahwa seekor babi hutan baru
saja meminum air di sana. Dugaannya diperkuat lagi dengan adanya bekas jejak
kaki babi hutan.Dengan penuh harapan Sangi terus mengikuti jejak binatang itu.
Benar saja…tidak jauh dari sana, ia menemukan babi hutan yang dicarinya itu,
tetapi dalam keadaan yang amat mengerikan. Sebagian besar dari tubuh babi hutan
itu telah berada di dalam mulut seekor ular raksasa. Kelihatnnya tidak mungkin
ia akan hidup kembali. Pemandangan mengerika ini sangat menakutkan Sangi. Ia
tidak dapat lari sehingga tidak ada cara lain kecuali bersembunyi di balik
semak-semak.
Setelah beberapa saat, ular raksasa itu tidak
dapat menelan mangsanya. Dicoba dan dicobanya berkali-kali, namun selalu gagal.
Akhirnya sang luar menghentikan usahanya. Dengan murkanya dipalingkan kepalanya
kea rah tempat Sangi bersembunyi. Secara gaib… ia berganti rupa menjadi seorang
pemuda yang berwajah tampan. Ia menghampiri Sangi dan memegang lengannya.
Pemuda itu menggertak dan memerintahkan
kepada Sangi, “Telan babi hutan itu bulat-bulat karna engkau telah mengintip
sang ular raksasa yang sedang menelan babi hutan.”
“Saya….tapi saya…tidak…bisa..”
“Ayo cepat lakukan!!!”
Dengan rasa penuh ketakutan, Sangi
melaksanakan perintah itu. Ajaib sekali, ternyata Sangi mampu melaksanakan
perintah pemuda itu dengan mudah sekali, seolah-olah ia sendiri benar-benar
seekor ular.
Pemuda tampan itu berkata bahwa Sangi telah
berani mengintainya, sejak saat itu pula Sangi berubah menjadi ular
jadi-jadian.
“Untuk
sementara engkau tidak usah risau” kata pemuda itu kepada Sangi. “Selama engkau
dapat merahasiakan kejadian ini, engkau akan tetap dapat mempertahankan bentuk
manusiamu”
Pemuda
itu menghibur Sangi dengan mengatakan bahwa nasib yang menimpa Sangi sebenarnya
tidak terlalu jelek. Sebab, sejak kejadian itu ia bukan lagi merupakan mahkluk
yang dapat mati sehingga ia dapat mempertahankan kemudaannya untuk
selama-lamanya.
Demikianlah,
Sangi terus berusaha agar rahasianya ini tidak diketahui orang, termasuk
anggota kerabatnya sendiri dan anak cucunya. Dengan cara ini ia berhasil
mencapai umur 150 tahun. Akan tetapi, keadaan yang luar biasa ini menimbulkan
rasa aneh pada keturunannya. Mereka ingin tahu rahasia kakeknya yang dapat
berusia panjang dan tetap mempertahankan kemudaannya.
Oleh
karena itu, sejak itu mereka pun mulai menghujani kakek mereka dengan berbagai
pertanyaan. Akhirnya karena terus-menerus didesak, Sangi pun terpaksa membuka
rahasianya, melanggar larangan berat itu. Sebagai akibatnya, sedikit demi
sedikit tubuhnya berganti rupa menjadi seekor ular raksasa. Sadar akan keadaan
ini, Sangi menyalahkan keturunannya sebagai penyebab nasib buruk yang
menimpanya.
Dalam
keadaan geram ia pun mengutuki keturunannya, yang dalam waktu singkat akan mati
seluruhnya dalam suatu pertikaian diatara sesamanya.
Sebelum Sangi menceburkan diri ke
dalam Sungai Kahayan bagian hulu untuk menjadi penjaganya, ia masih sempat
mengambil harta pusakanya yang disimpan dalam satu guci cina besar. Harta itu
berupa kepingan emas yang lalu ia sebarkan ke air sungai. Sambil melakukan hal
ini, ia pun mengucapkan kutukan yang berbunyi : siapa saja yang berani
mendulang emas di daerah aliran sungai ini, akan mati tidak lama setelah itu,
sehingga hasil emas dulangannya akan dipergunakan untuk mengupacarakan
kematiannya.
Penduduk
setempat percaya kisah ini pernah terjadi. Hal ini diperkuat karena di daerah
mereka ada anak Sungai Kahayan yang bernama Sungai Sangi. Menurut beberapa
orang yang sering berlayar dengan biduk (perahu bermotor), mereka pernah
melihat seekor ular raksasa. Kepalanya saja berukuran sebesar drum minyak
tanah. Ular raksasa itu mereka lihat berangin-angin diatas bongkahan batu
sungai pada bulan purnama di musim kering.
Selain itu samapai kini orang-orang disana
tidak berani mendulang emas yang katanya sebesar biji labu kuning dan banyak
terdapat disana.
Kita
janga terlalu ingin tahu rahasia orang, apalagi sampai mendesak agar
membukanya. Hal tersebut dapat merugikan diri kita dan orang tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar