Jaka Berek baru saja pulang dari bermain
dengan teman-temannya. Ia marah, penasaran bukan kepalang karena teman-temannya
selalu mengejek bahwa ia tak punya ayah sah alias anak haram.
Sesampai di rumah, Jaka Baerek segera
menjumpai ibunya yang saat itu sedang berkumpul dengan kakek dan neneknya.
” Biyung (Ibu), aku tak tahan lagi,” ujar
Jaka
” Ada apa, Anakku ? Kenapa wajahmu cemberut
begitu?” tanya ibu Jaka-Dewi Sangkrah.
”Biyung harus menjelaskan, siapakah
sebenarnya ayahku?..Kalau sudah meninggal dimana kuburnya biar aku mengirim
do’a di pusaranya, dan jika masih hidup, sudilah ibu menunjukkan tempatnya
padaku.”rengek Joko pada Ibunya.
Hati Dewi sangkrah berdebar, Ia sudah menduga
hal ini akan terjadi.Tak bisa tidak dia harus menjawabnya dengan gamblang.
”Anakku Jaka Berek, karena kau telah dewasa,
sudah sepatutnya kau bertanya tentang ayahmu. Ketahuilah anakku, ayahmu adalah
seorang adipati di Kadipaten Surabaya. Namanya Jayengrana. Bila ingin bertemu
dengannya datanglah kesana.”
Dengan bekal seadanya, Jaka Berek berangkat ke Kadipaten Surabaya untuk
menjumpai ayahnya. Ketika hendak memasuki pintu gapura kadipaten,Jaka Berek
dicegat oleh seorang prajurit yang sedang berjaga.
”Berhenti kamu!” teriak prajurit itu. ”mau
apa berani datang ke kadipaten ini?”
”Saya ingin bertemu dengan sang
adipati..”jawab Jaka dengan wajahnya yang polos sebagaimana kebanyakan pemuda
desa.
”anak muda ketahuilah aku adalah prajurit
yang sedang berjaga. Kau tidak boleh masuk ke kadipaten.kau harus pergi dari
sini sebelum kuusir..”bentak prajurit itu.
”aku tak mau pergi sebelum bertemu dengan
Adipati Jayengrana,jawab Jaka Berek.
Prajurit penjaga itu jengkel melihat Jaka
Berek yang tak mau pergi.Maka iapun menyerang Jaka Berek agar segera pergi,
tetapi Jaka Berek bukannya pergi malah melawan dengan berani. Untunglah
perkelahian itu diketahui oleh dua orang putera Adipati Jayengrana yang bernama
Sawungsari dan Sawungrana.oleh mereka perkelahian itu dilerai.
”Maaf pangeran, pemuda ini hendak memaksa
masuk kadipaten.saya halang-halangi tetapi dia malah melawan.”lapor prajurit
itu.
Mendengar laporan dari prajuritnya keduanya
bertanya pada Jaka Berek,
”Maaf, siapakah saudara dan ada keperluan apa
hendak memaksa masuk kadipaten?”tanya Sawungrana.
”Aku hendak menghadap Adipati Jayengrana. Ada
yang ingin ku sampaikan kepada beliau.”
”Tak ada orang luar yang boleh menemui
ayahku. Sebaiknya kau pulang saja atau aku yang memaksamu pulang ..”kata
Sawungsari.
Aku tetap pada pendirianku, mau menemui
Adipati Jayengrana!..”tegas Jaka Berek.
Melihat kenekatan Jaka, kedua putera Adipati
itupun segera mengeroyoknya, dengan tangkas Jaka Berek melawan.
Belum lama perkelahian itu, Adipati
Jayengrana keluar dan melihatnya dan iapun segera menghampiri.
”Hei..hentikan perkelahian
ini!”teriaknya.Adipati menanyakan hal ihwal perkelahian, kedua puteranyapun
menjelaskan secara terperinci.
”Kamu yang bernama Jaka Berek yang mau
menemuiku, sekarang katakan apa keperluanmu?”
”Hamba hanya ingin mencari ayah hamba yang
menjadi adipati di sini yang bernama Adipati Jayengrana.kalau memang tuan
orangnya,tentu tuanlah ayah hamba.”
”Nanti dulu. Siapa nama ibumu dan apa
buktinya kalau kau memang anakku?”
”Hamba adalah putera dari Biyung Dewi
Sangkrah. Sebagai buktinya,ibu memberi hamba sebuah selendang Cinde Puspita
ini.”Jaka Berek mengeluarkan selendang dari bungkusan yang dibawanya.
Ternyata benar selendang itu adalah selendang
Cinde Puspita yang dulu oleh Adipati Jayengrana diberikan pada Dewi Sangkrah
yang dicintainya.
”Kalau begitu kau memang anakku” Adipati
memeluk Jaka Berek dan memperkenalkan Jaka pada saudaranya, Sawungrana dan
Sawungsari.
Jaka Berekpun tinggal di kadipaten dan
berganti nama menjadi Sawunggaling.
Suatu hari Kadipaten Surabaya kedatangan kompeni belanda yang dipimpin
oleh Kapten Knol yang membawa surat dari Jenderal De Boor yang isinya
mengatakan bahwa kedudukan adipati di Surabaya akan dicabut karena Adipati
Jayengrana tak mau bekerjasama dengan kompeni belanda. Tetapi pada saat itu,ada
pengumuman bahwa di alun-alun Kartasura akan diadakan sayembara sodoran (perang
tanding prajurit berkuda dengan bersenjata tombak) dengan memanah umbul-umbul
yang bernama umbul-umbul Yunggul Yuda.
Adipati Jayengrana yang sudah dicabut
kedudukannya itupun menyuruh kedua anaknya agar giat berlatih untuk mengikuti
sayembara itu.
Pemenang dari sayembara itu akan diangkat
menjadi adipati di Surabaya.
Pada hari sayembara diadakan, tanpa
memberitahu Sawunggaling, Jayengrana dan kedua puteranya pergi ke Kartasura.dan
tanpa setahu merekapun Sawunggaling juga pergi ke Kartasura. Sebelum berangkat
Sawunggaling pulang ke desa meminta do’a restu dari ibu, kakek dan neneknya.
Sayembara memanah umbul-umbul itu ternyata hanya diikuti oleh Sawungrana
dan Sawungsari, tetapi keduanya gagal tak bisa menjatuhkan umbul-umbul Tunggul
Yuda yang dipasang di Menara Galah. Karena tak ada pemenangnya, Sosra
Adiningrat yang bertindak sebagai panitia pelaksana lomba, segera mengadakan
pendaftaran lagi.
Pada saat itu ada seorang pemuda yang ikut
mendaftar dan ternyata dialah Sawunggaling dan diapulalah satu-satunya yang
bisa menjatuhkan umbul-umbul Tunggul Yuda. Dengan kemenangan ini selain
diangkat menjadi adipati, Sawunggalingpun mendapatkan puteri dari Amangkurat
Agung di Kartasura yang bernama Nini Sekat Kedaton.
Keberhasilan sawunggaling itu membuat iri dua saudaranya.
Sawungrana dan sawungsari ingin mencelakakan
sawunggaling, pada saat pesta besar-besaran untuk merayakan pengangkatan Sawunggaling
sebagai adipati di Surabaya, secara diam-diam mereka memasukkan bubuk racun ke
dalam gelas minuman Sawunggaling.namun perbuatan itu diketahui oleh Adipati
Cakraningrat dari Madura.
Ketika
minuman itu disodorkan pada Sawunggaling,Adipati Cakraningrat pura-pura
menubruk Sawunggaling yang mengakibatkan terjatuhnya gelas berisi racun itu.
Melihat itu, Sawungrana sangat marah ”Dinda Sawunggaling, lihatlah ulah adipati
dari Madura itu, dia tidak menghormatimu karena telah menjatuhkan minuman. Ini
penghinaan ”
Dengan cepat, disambarnya tangan Adipati
Cakraningrat dan ditariknya keluar dari kadipaten. ”mengapa paman menghinaku di
hadapan para tamu. Apakah paman ingin menantangku berkelahi?” tanya
Sawunggaling.
” tenang anakku, ketahuilah bahwa minuman yang
hendak kau minum itu sebenarnya telah diberi racun oleh Sawungrana, aku
melihatnya” Sawunggaling merasa menyesal telah tergesa-gesa menuduh Adipati
Cakraningrat yang bukan-bukan.
”Dan semua itu memang telah direncanakan oleh
para kompeni belanda. Kedua kakakmu telah bergabung dengan para kompeni karena
menginginkan kedudukan sebagai adipati di Surabaya”jelas Adipati Cakraningrat.
Sejak saat itu Sawunggaling bertekad memerangi belanda, dia selalu
menambah kekuatan laskarnya. Dalam suatu peperangan yang sengit Sawunggaling
berhasil membunuh Jenderal De Boor.
Akhirnya, karena menderita sakit parah,
Sawunggaling meninggal dunia di daerah Kupang dan di makamkan di Lidah Wetan-
Surabaya.
0 komentar:
Posting Komentar